TUJUH TAHUN PROGRAM
MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)
DI ASIA TENGGARA
(Rangkuman Laporan UNDESCAP, UNDP dan ADP Maret 2007)
Tonny Dian Effendi
Abstract
Since Millenium Development Goals or MDGs was declared and signed by about 189 United Nations member countries in World Summit, New York, 2000,every regions was built their development which focused on eight main purposes of this program. They have eradicated extreme poverty and hunger, achieves universal pimary education,promote gender equality and women empowerment, reduce child mortality, improve maternal health, combat HIV/AIDS, malaria and other deseases, ensure environmental sutainability and develop global partnership for development.
Now, seven years after this program signed, in South East Asia region showing some progress in every main purposes. Every country in this region have special problems as the main project and depend on the characteristic of this country. The UN devided this region in the three countries group. They are developed group like Singapore, developing countries like Malaysia, Thailand, Indonesia, Philipines, Brunei Darussalam and Vietnam and least developing countries like Kambodia, , Laos, Myanmar and East Timor. By studying of the Annual Report of Asia Pacific MDG’s Program that was announced by UNDESCAP, UNDP and ADB, we can analyse the MDG’s Seven years progress in SEA region
Keywords : MDG’s, development, region, progress
Pendahuluan
Tujuh tahun sudah sejak kepala negara dari anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menandatangai deklarasi yang berisi tentang pembangunan abad milenium yang kemudian kita kenal dengan Millenium Development Goals atau MDGs. Tujuh tahun sudah negara-negara didunia mencoba untuk menerapkan delapan tujuan utama pembangunan abad milenium yang berbasis pada pengentasan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar untuk semua anak didunia, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, penurunan angka kematian bayi dan anak-anak, penurunan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, penanganan permasalahan kesehatan berkaitan dengan penyakit HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lain, pelestarian lingkungan dan kerjasama global.
Berbagai kawasan di dunia tidak luput dari “gerakan moral” ini. Masing-masing negara mencoba untuk mengimplementasikan delapan tujuan pembangunan milenium ini dalam kebijakan domestiknya, tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik masing-masing negara. Selanjutnya bagaimanakah tingkat kemajuan atau keberhasilan dari program MDGs ini setelah tujuh tahun berlangsung? Dari beberapa laporan diketahui bahwa beberapa negara sudah berhasil menerapkan beberapa diantara delapan tujuan MDGs, atau setidaknya dalam pelaksanaan program. Namun tidak sedikit juga negara-negara yang mengalami banyak hambatan dan tantangan menjalankan tujuan ini. Tetapi secara umum, negara-negara didunia berusaha keras mewujudkan tujuan global ini.
Selanjutnya, sejauhmanakah perkembangan dan tingkat keberhasilan MDGs? Bagaimana negara-negara melakukan pencapaian target MDGs yang diproyeksikan berhasil pada tahun 2015? Tulisan ini mencoba untuk mengupas secara sederhana tentang perkembangan pelaksanaan MDGs di Asia Tenggara yang oleh United Nations for Economic and Social Commision Asia Pacific (UNDESCAP) dikelompokkan dalam beberapa kelompok negara yaitu negara berkembang dan negara yang kurang berkembang seperti Laos, Myanmar dan Timor Timur.
Data-data dalam tulisan ini berasal dari kumpulan laporan UNDESCAP, Asian Developmen Bank (ADB) dan United Nations Development Program (UNDP) serta data terbaru dari pertemuan regional South East Asia Forum di Hanoi, Vietnam pada 1 sampai 3 Maret 2007. Tulisan ini bukan bertujuan untuk memberikan justifikasi pada pelaksanaan MDGs di Asia Tenggara, melainkan lebih bertujuan sebagai refleksi perkembangan serta permasalahan lapangan yang kemudian muncul setelah program MDGs ini diimplementasikan dimasing-masing negara.
MDGs di Asia Pasifik
Secara umum MDGs di Asia Pasifik dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu MDGs di Asia Timur dan Asia Tenggara, MDGs di Asia Selatan dan MDGs di Asia Utara dan Tengah. Masing-masing kawasan berusaha menerapkan MDGs dengan mengadakan koordinator antar negara yang kemudian dikenal dengan MDGs forum. MDGs forum pertama digagas oleh hubungan tiga pihak yaitu UNDESCAP, UNDP dan ADB dengan melaksanakan South Asia MDG Forum di Nepal PADA 11 – 12 Oktober 2006. MDG Forum ini merupakan forum pertama yang kemudian mengawali MDG Forum di dua kawasanlainnya di Asia Pasifik. Tujuan forum ini adalah untuk menentukan peta rencana pelaksanaan serta koordinasi dan evaluasi program MDGs yang dilaksanakan dimasing-masing negara. Hasil pertemuan pertama ini kemudian menghasilkan sebuah laporan berjudul A Future Within Reach: Reshaping Institutions in a Region of Disparities to Meet the Millennium Development Goals in Asia and the Pacific.
Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan yang sangat dinamis sehingga tidak mengherankan perkembangan pelaksanaan MDGs juga sangat bervariasi. Berikut ini dipaparkan secara sederhana pelaksanaan masing-masing program MDGs secara umum di Asia Pasifik.
Pengentasan Kemiskinan dan Kelaparan
Kawasan Asia Pasifik bias dikatakan sebagai kawasan yang menjadi target utama program ini, oleh karena itu perkembangannya juga cukup memuaskan. Berdasarkan laporan yang dihimpun sejak tahun 1990 sampai tahun 2001, dari 55 negara yang ada di kawasan ini, 22 negara diantaranya mengalami pengurangan penduduk yang berada pada garis kemiskinan dimana pendapatan kurang dari 1 Dolar AS perhari. Penurunan ini dari 31% menjadi 20%. Dua Negara yang mengalami perkembangan dengan cukup baik adalah Cina dan India, sedangkan Negara-negara yang mengalami kesulitan program ini adalah Armenia, Bangladesh, Laos dan Mongolia.
Sedangkan pada program penanggulangan kelaparan dari 27 negara yang ada penurunan jumlah penduduk kelaparan menunjukkan perkembangan yang cukup lamban yaitu dari 18,7% menjadi 15,1%. Kondisi pada kurun waktu 1999 sampai 2001, Negara dengan tingkat penduduk kelaparan terbesar di kawasan ini adalah Tajkistan yang mencapai 61% dan Korea Utara yang mencapai sekitar 36%. Indicator yang lain adalah anak-anak kurang gizi yang masih besar yaitu di Nepal, Afghanistan dan Bangladesh yang mencapai 48% dan 47% di India.
Pendidikan Dasar Untuk Anak-anak
Perkembangan pelaksanaan program ini bisa dikatakan cukup bagus ketika dari 33 negara yang ada menunjukkan bahwa 8 negara diantaranya telah mencapai dan sukses dalam program ini, sedangkan 11 negara lainnya masih dalam proses pencapaian. Perkembangan ini sangat tergantung pada kondisi masing-masing Negara. Sebagai contohnya di Papua Nugini, anak putus sekolah biasanya ketika menginjak kelas 5 sedangkan di India, Laos dan Myanmar, anak putus sekolah ketika menginjak kelas 3 sekolah dasar.
Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Perkembangan upaya kesetaraan gender terutama pada bidang pendidikan mencapai kemajuan yang cukup baik namun perkembangan ini kurang diikuti oleh pemberdayaan perempuan. Dari 38 negara yang ada, 26 diantaranya telah mencapai target dalam kesetaraan gender ditingkatan pendidikan dasar sedangkan 5 negara lainnya berada dalam proses. Cina dan Bangladesh merupakan dua negara yang mengalami perkembangan terbaik.
Pada pendidikan menengah, juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik dimana terjadi peningkatan perbandingan antara laki-laki dan perempuan dari 0,73% menjadi 0,87%. Dari data yang ada menunjukkan dari 36 negara, 25 negara diantaranya telah mencapai target sedangkan Pakistan dan Nepal masih dalam perkembangan. Sedangkan pada pendidikan menengah atas juga menunjukkan perkembangan yang cukup bagus dimana dari 27 negara yang ada, 15 diantaranya telah mencapai target dan 5 negara yang lain masih dalam tahap perkembangan. Dibeberapa negara menunjukkan fenomena unik bahwa pada tingkat pendidikan menengah ini di beberapa negara jumlah murid perempuan lebih banyak daripada murid laki-laki.
Penurunan kematian balita
Target dari program ini adalah penurunan angka kematian anak dibawah usia lima tahun. Dari 47 data negara yang ada terbagi dalam dua kelompok utama. Kelompok pertama telah mencapai target dimana angka kematian balita mencapai 45 setiap 1000 kelahiran bayi. Sedangkan kelompok kedua, 4 negara baru akan mencapai target, 14 negara masih dalam proses yang berjalan lamban dan 3 negara lainnya masih baru memulai.
Pada tahun 2003 negara dengan tingkal kematian balita terbesar adalah India yaitu sebesar 2,3 juta orang, kemudian disusul leh Cina sebanyak 650000 dan Pakistan sebesar 481000. selanjutnya Cina mengalami perkembangan yang cukup baik dalam penurunan angka kematian balita ini, namun India dan Pakistan berjalan sangat lambat.
Peningkatan kesehatan Ibu Hamil
Program inilah yang mengalami perkembangan yang sangat berat dimana dalam target dari tahun 1999 sampai 2015 diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, namun di kawasan Asia rasio kelahiran justru menurun dari 395 menjadi 342. yang perlu mendapat perhatian adalah dari data 42 negara yang ada tingkat kematian ibu melahirkan meningkat 22%. Dari dua per tiga penduduk Asia, kematian ibu melahirkan sebagian besar di India dan Pakistan sebesar 164000. negara dengan kematian ibu per 100000 kelahiran adalah Afghanistan 1900, Nepal 740, dan Timor Leste 660. dari seluruh wilayah di Asia, kematian ibu banyk disebabkan ketika hamil dan melahirkan, hal itu dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin ibu hamil pada pos kesehatan.
Melawan HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya
HIV/AIDS adalah penyakit yang harus diwaspadai karena diperkirakan ada tahun 2015 penyakit ini akan menjadikan wilayah Asia menjadi wilayah epidemik. Data pada tahun 2002 – 2003 menunjukkan pada beberapa wilayah di Asia, penderita HIV/AIDS usia 15 – 49 tahun mengalami peningkatan dari 0,39% menjadi 0,45%. Dikawasan Asia Pasifik sendiri, pada tahun 2004, sebanyak 9 juta penduduk terinfeksi HIV/AIDS dan separuh diantaranya meninggal dunia. Penderita pada usia 15-49 tahun dikawasan Asia Tenggara tersebar di Kamboja 2,6%, Thailand 1,5% dan Myanmar 1,2%. Dua per lima diantara penderita telah mendapatkan penanganan sesuai dengan target MDGs sehingga telah mengalami penurunan. Penderita yang terinfeksi terbesar berada di India dan Federasi Rusia dimana mengalami peningkatan dan semenatara itu di Cina stabil.
Kekhawatiran juga muncul akibat kembalinya penyakit malaria yang juga menancam kehidupan penduduk di Asia Pasifik. Jumlah penduduk terbesar yang terjangkit penyakit ini di wilayah Pasifik berada di Kepualauan Solomon dengan 15% dari total penduduk terjangkit malaria. Sementara itu di Asia, Indonesia sebanyak 1,9 juta orang terinfeksi. Sementara itu kematian terbesar akibat penyakit ini berada di India sebesar 30000 sepanjang tahun dan tingkat kematian tertinggi berada di Laos.
Penyakit lainnya yang cukup berbahaya di kawasan ini adalah TBC. Dari data yang ada, sepanjang tahun 1990 sampai 2003 mengalami penurunan sebesar 12,8 juta menjadi 10,3 juta jiwa, dan jumlah penduduk yang meninggal akibat penyakit ini juga menurun dari 1,1 milyar menjadi 10 milyar jiwa. Pada tahun 2003, jumlah penduduk yang terinfeksi TBC terbesar berada di Cina sebesar 3,2 juta jiwa, India 3,1 juta jiwa, dan Indonesia sebesar 1,5 juta jiwa.
Peningkatan pelestarian lingkungan
Target utama dari program ini adalah integrasi kebijakan perlindungan lingkungan dalam program dan kebijakan domestik masing-masing negara dan diarahkan pada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Dari 55 negara di Asia Pasifik, hanya 5 negara yang telah mencapai program ini dan 11 lainnya masih dalam proses. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menyelamatkan kekayaan alam terutama hutan. Pada periode 1999-2000, 48 negara melaporkan kondisi hutan mereka dimana 13 negara mengalami peningkatan, 17 negara tidak berubah dan 18 negara mengalami penurunan. Negara yang sedang giat melaksanakan penghijauan adalah Macronesia, Myanmar, Malaysia dan Indonesia.
Indikator perlindungan lingkungan yang lain adalah emisi karbondioksida. Antara tahun 1990 – 2002 rata-rata emisi perkapita mengalami peningkatan dari 2,2 menjadi 2,5 ton. Dari data 50 negara yang ada, 30 negara sedang dalam tahap perbaikan, dan 20 negara yang lain masih dalam tahap pembentukan kebijakan.
Hal lain yang terkait dengan permasalahan lingkungan adalah perlindungan terhadap sumber air dan sanitasi. Untuk suplai air bersih,dari data 40 negara yang ada, 31negara sedang menjalankan program ini. Sedangkan di pedesaan menunjukkan data yang berbeda dimana akses air bersih ini hanya menjangkau 10-20%. Dari data 38 negara yang ada, 11 negara telah melaksanakan kebijakan ini, 5 negara masih dalam proses dan 18 negara belum melaksanakan program air bersih. Perbandingan sanitasi di perkotaan dan pedesaan juga menjaid permsalahan ketika perbandingannya mencapai 73 dibanding 31%.
MDGs di Asia Tenggara
Kesuksesan program MDGs sangat bergantung pada kebijakan dan usaha masing-masing negara dengan berkoordinasi dan berbagi informasi dengan negara-negara lainnya di kawasan. Permasalahan kemiskinan merupakan masalah utama dan dijadikan poin pertama dari delapan tujuan pembangunan milenium. Masalah kemiskinan ini menjadi masalah yang utama karena berkaitan dengan tingkat hidup produktif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Seluruh negara menerima tujuan pembangunan ini, namun pelaksanaannya menjadi tidak bisa seragam karena seperti dikatakan tadi sangat bergantung pada kondisi dan karakteristik masing-masing negara.
Di kawasan Asia Tenggara, terdiri dari beberapa negara dan terbagi menjadi tiga kelompok negara yaitu negara maju, berkembang dan kurang berkembang. Perhatian para ahli pembangunan berkaitan dengan MDGs ini difokuskan pada pelaksanaan MDGs di negara kurang berkembang di Asia Tenggara sebagai tolak ukur utama. Negara kurang berkembang di Asia Tenggara meliputi Laos, Myanmar, Kamboja dan Timor Leste.
Sementara itu, selain permasalahan kemiskinan, permasalahan utama lainnya di kawasan ini adalah masalah lingkungan berkaitan dengan kerusakan hutan terutama di Indonesia dan Malaysia. Permasalahan lainnya adalah masalah HIV/AIDS yang berkembang di negara berpenduduk besar seperti Indonesia.
Pada bagian ini akan dibahas mengenai beberapa data tentang kemajuan program MDGs yang dicapai selama tujuh tahun di kawasan Asia Tenggara khususnya dan Asia Timur umumnya.
Pengentasan Kemiskinan dan Kelaparan
Kemiskianan dan kelaparan merupakan target pertama dan utama dari MDGs karena menyangkut kebutuhan dasar manusia. Tujuan MDGs yang lain seperti kesetaraan gender, pendidikan, perbaikan kesehatan dan lingkungan akan sangat sulit tercapai ji ka kemiskinan dan kelaparan masih melanda penduduk di dunia. Program pertama ini memiliki dua fokus yaitu :
Mengurangi jumlah penduduk yang berpenghasilan kurang dari US $ 1 per hari.
Meskipun kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang pada saat ini sedang mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat, namun disisi lain kawasan ini juga memiliki penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari US$ 1 perhari dalam jumlah yang cukup besar pula. Tercatat sebesar 700 juta orang dikawasan ini memiliki pendapatan kurang dari US$ 1 perhari.
Gambar 1
Berdasarkan data diatas kita bisa melihat bahwa di kawasan Asia Tenggara, selama kurun waktu 1990 sampai dengan tahun 2002 telah terjadi penurunan jumlah penduduk dengan pendapatan kurang dari 1 US$ perhari dari 19,6% menjadi 7,3 %, jadi terjadi penurunan sebesar 12,3% Peningkatan jumlah penduduk miskin dikawasan ini juga dipengaruhi oleh adanya krisis moneter yang melanda kawasan Asia Tenggara pada dathun 1998. hal ini nampak sangat ironi jika kita membandingkan dengan kawasan Asia Timur dimana dalam jangka waktu yang sama mengalami penurunan penduduk miskin dari 33,0% menjadi 14,1% atau menurun sebesar18,9%.
Kata kunci yang berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam sedang gencar-gencarnya melakukan program pengentasan kemiskinan. Sebagai contoh, pada tahun 1993 penduduk miskin di Vietnam sebesar 14,6% kemudian terjadi penurunan yang cukup drastis menjadi 2,2% pada tahun 2002.
b. Penghapusan Kelaparan
Jumlah balita kurang gizi pada tahun 1990 sampai tahun 2004 hanya mengalami penurunan sebesar 11% dari 39% menjadi 28%. Jumlah penduduk yang kekurangan pangan dikawasan Asia Timur dan Asia Tenggara juga mengalami penurunan yaitu dari 16% menjadi 12% pada kurun waktu 1990-1992 dan 18% menjadi 12% pada tahun 2001-2003. Program penanggulangan kelaparan di kawasan ini dibeberapa negara berjalan sangat lamban
Gambar 2
Kamboja dan Timor Leste merupakan dua negara yang menjadi pusat penanggulangan kelaparan di kawasan Asia Tenggara. Jumlah balita yang mengalami kekurangan gizi di dua negara ini meningkat dari 39,8% menjadi 45,2% pada tahun 1994-2000 dan 42,6% menjadi 45,2% pada tahun 2002 dan 2003. jumlah ini sangar kontras dengan yang terjadi di Malaysia dan Vietnam yang mengalami penurunan dari 19,1% pada tahun 1990 menjadi 7,8% pada tahun 2002.
Pada Gambar 3, disajikan data negara-negara dikawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dalam usaha mencapai tujuan pertama MDGs yaitu pengentasan kemiskinan dan penghapusan kelaparan.
Gambar 3
2. Pendidikan Dasar Untuk Anak-anak
Pendidikan dasar tidak hanya sekedar hak asasi yang harus dipenuhi, namun bagi pemerintah negara bangsa saat ini, pendidikan merupakan harapan akan masa depan dan harapan bangsa. Kesejahteraan suatu bangsa juga ditentukan oleh pembangunan pendidikan karena pendidikan diperlukan tidak hanya untuk meningkatkan kualitas pengetahuan pertanian melainkan juga sangat dibutuhkan dalam menanggapi era industri yang membuthkan pengetahuan yang lebih banyak dibidang teknologi.
Target dari tujuan kedua ini adalah pada tahun 2015 semua anak didunia, baik laki-laki maupun perempuan telah mendapatkan pendidikan dasar. Untuk kawasan Asia Tenggara sebagian besar negara-negara dikawasan ini telah siap melaksanakan program ini. 94% negara-negara di Asia Tenggara telah siap dan mencapai hasil yang optimal dalam memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak. Data rasio pendidikan dasar di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat dalam gambar 4 berikut ini.
Gambar 4
Data diatas menunjukkan perbandingan yang tidak sama dimasing-masing kawasan. Penyebab suatu negara memiliki tingkat pendidikan yang berbeda adalah karena beberapa faktor, yaitu :
Tingkat pendapatan perkapita; hal ini berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam membiayai anak-anak untuk mendapatkan pendidikan.
Tingkat anggaran pendidikan pemerintah; setiap 1 % kenaikan anggaran pendidikan, berarti sama dengan peningkatan tingkat pendidikan sebesar 1,5%
Tingkat melek huruf perempuan dewasa; ibu yang memiliki bekal pendidikan yang cukup akan diturunkan kepada anak-anaknya
Jumlah populasi penduduk pedesaan; sebagian besar anak-anak dipedesaan memiliki akses yang terbatas terhadap pendidikan karena jarak sekolah yang biasanya jauh dari tempat tinggal mereka. Oleh karena itu biasanya mereka lebih memilih untuk bekerja daripada sekolah.
Tingkat pendapatan perempuan dalam pekerjaan; hal ini berkaitan dengan kemampuan perempuan untuk membiayai anak-anaknya sekolah karena pendapatan perempuan berpengaruh terhadap statusnya dalam keluarga yang juga berarti kemampuannya untuk mempengaruhi keputusan dalam keluarga.
Thailand mencoba mengatasi permasalahan diatas dengan menfokuskan pemberian beasiswa, bantuan pendidikan serta sarana transportasi untuk mengantarkan anak-anak kurang mampu di pedesaan kesekolah. Di Kamboja antara tahun 1991 – 2004 mengalami peningkatan anak-anak yang bersekolah dari 69,3% menjadi 97,6%. Sedangkan di Laos juga mengalami peningkatan meski tidak sebesar Kamboja, yaitu sebesar 62,9% pada tahun 1991 menjadi 84,4% pada tahun 2004.
Secara umum tingkat melek huruf di Asia Tenggara mencapai 96,2% pada usia 15 sampai 24 tahun. Kamboja dan Myanmar mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam tingkat melek huruf yaitu 73,5% pada tahun 1990 menjadi 83,4% pada tahun 2004 di Kamboja. Sedangkan di Myanmar peningkatan dari 88,2% pada tahun 1990 menjadi 94,5% pada tahun 2004. penurunan justru terjadi di Filipina yaitu 97,3% pada tahun 1990 menjadi 95,1% pada tahun 2004.
Gambar 5
Meskipun telah banyak negara yang mencapai pendidikan dasar untuk penduduknya, namun isu pendidikan tetap menjadi isu utama ketika berkaitan dengan permasalahan kesempatan perempuan untuk memperoleh pendidikan. Hal itu terjadi karena di beberapa negara terdapat fenomena ketika anak perempuan menikah atau hamil maka ia cenderung akan meninggalkan rumah karena harus mengerjakan pekerjaan keluarga.
Gambar 6
3. Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Pertemuan dunia pada tahun 2000 meletakkan permasalahan ketidaksetaraan gender sebagai permasalahan utama karena tidak hanya menyangkut ketidaksetaraan dalam memperoleh akses pelayanan perempuan namun lebih dari itu yaitu pemberdayaan perempuan yang berkaitan dengan keluarga dan komunitasnya. Indikator yang digunakan untuk melihat kesetaraan gender adalah akses yang sama bagi perempuan dalam pendidikan, pekerjaan dan partisipasi politik.
Secara umum negara-negara di Asia Tenggara telah melakukan upaya kesetaraan gender terutama dalam permasalahan pendidikan dasar. Hanya Thailand, Filipina, Myanmar, Malaysia ,Brunei Darussalam dan Mongolia yang baru menerapkan pendidikan dasar dengan tiga level. Gap antara laki-lakai dan perempuan dalam pendidikan sangat terasa hampir di semua negara di Asia Tenggara terutama negara-negara yang kurang berkembang seperti Laos dan Kamboja.
Sementara itu dalam permasalahan pembagian gaji bagi kaum perempuan yang bekerja disektor non pertanian menunjukkan adanya 38% kesempatan bagi peempuan untuk bekerja disektor industri di Asia Tenggara pada tahun 2004. peningkatan yang cukup bagus berada di Vietnam, Mongolia dan Kamboja ketika pada tahun 2004 masing-masing negara mengalami peningkatan perempuan yang bekerja di sektor industri yaitu sebesar 49,1%, 50,3% dan 51,3%. Sedangkan Indonesia tertinggal dari negara lainnya dikawasan yaitu hanya 31,1%.
Gambar 6
Asia Timur dan Asia Tenggara adalah kawasan dimana terdapat pembagian yang cukup tinggi bagi perempuan untuk duduk di parlemen. Namun di Mongolia menunjukkan penurun yang cukup tajam yaitu dari 24,9% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2004. Sedangkan peningkatan justru terjadi di Laos yaitu dari 6,3% pada tahun 1990 menjadi 22,9% pda tahun 2004. Prosentasi paling tinggi terjadi di Vietnam dengan 27,3% perempuan duduk di parlemen pada tahun 2006.
Gambar 7
Gambar 8
4. Penurunan Tingkat Kematian Balita
Indikator yang paling penting dalam menurunkan tingkat kematian balita adalah dengan memberikan kekebalan kepada balita terhadap penyakit. Prestasi yang cukup bagus dicapai Asia Tenggara dalam penurunan tingkat kematian balita yaitu 78 per 1000 kelahiran selamat pada tahun 1990, menjadi 43 pada tahun 2004. Perkembangan ini sangat sejalan dengan program MDGs yang ingin menurunkan tingkat kematian balita pada tahun 2015. perkembangan ini juga berkiatn dengan semakin meningkatnya status ekonomi dan sosial, peningkatan gizi dan akses pada pelayanan kesehatan yang mampu melindungi balita dari serangan penyakit.
Gambar 9
Dari data diatas ditunjukkan bahwa dari semua wilayah di Asia Pasifik, sebanyak 10,5juta anak meninggal sebelum berumur lima tahun pada tahun 2004. Di Cina, sebanyak 65,000 anak meninggal sebelum berusia 5 tahun dan di Asia Tenggara sebanyak 518000. DI kawasan ini, Timor Leste dan Laos merupakan negara yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya dikawasan. Disisi lain, Thailand dan Malaysia pada tahun 2004 tingkat kematian balita hanya masing-masing hanya 12 per 1000 kelahiran. Data yang mengejutkan justru terdapat di Kamboja dimana terjadi peningkatan kematian balita dari 115 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 menjadi 141 per 1000 kelahiran pada tahun 2004.
Gambar 10
Sebagian besar bayi dan balita yang mengalami kematian disebabkan oleh beberapa faktor seperti kekurangan gizi atau terkena beberapa penyakit seperti infeksi saluran perafasan, diare, campak dan malaria. Hal ini dapat diatasi dengan peningkatan kondisi kesehatan dan melakukan vaksinasi secara rutin.
Gambar 11
Dari data kita bisa melihat bahwa di kawasan Asia Tenggara secara umum mengalami penurunan angka kematian balita dimana pada tahun 1990 sebesar 53 per 1000 kelahiran menjadi 26 per 1000 kelahiran pada tahun 2004. Hal ini masih sangat jauh dibandingkan dengan penurunan tingkat kematian balita di negara maju yang mencapai 6 per 1000 kelahiran bayi.
Vietnam mengalami penurunan tingkat kematian bayi dari 38 kematian per 1000 kelahiran pada tahun 1990 menjadi 17 per 1000 kelahiran pada tahun 2004. Thailand juga mengalami perkembangan serupa dimana pada tahun 1990 kematian balita sebesar 31 per 1000 kelahiran menjadi 18 per 1000 kelahiran pada tahun 2004. sedangkan di Kamboja, tingkat kematian bayi justru meningkat dari 80 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 menjadi 97 per 1000 kelahiran pada tahun 2004. Sementara itu tingkat imunisasi di Asia Tenggara juga mengalami peningkatan dari 71% pada tahun 1990 menjadi 81% pada tahun 2004 untuk anak-anak usia 12-23 bulan.
Gambar 12
5. Peningkatan Kesehatan Ibu
Permasalahan yang sering dihadapi di nagara berkembang adalah tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan. Rasio kematian melahirkan adalah sebuah ukuran resiko kematian yang ditanggung oleh perempuan sejak mengandung sampai melahirkan. Kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan dimana tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan masih tergolong tinggi yaitu sebesar 540 per 100000 kelahiran pada tahun 2000.
Gambar 13
Kesulitan yang dialami oleh pemerintah adalah mengumpukan data tentang kematian ibu hamil dan melahirkan meskipun telah dibentuk registrasi terhadap fenomena ini sehingga perkiraan rasio kematian ibu hamil dan melahirkan tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek. Namun setidaknya didapatkan data bahwa di kawasan Asia Tenggara, Timor Leste adalah negara dengan tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan cukup tinggi yaitu sebesar 660 per 100000 kelahiran, disusul oleh Laos sebesar 650, Kamboja sebesar 450 dan Myanmar sebesar 360. Sedangkan dua negara yang sukses menurunkan tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan adalah Indonesia yang berhasil menurunkan dari 650 per 100000 kelahiran pada 1990 menjadi 230 pada tahun 2004, dan Thailand, dari 200 menjadi 44 selama kurun waktu yang sama.
Tingkat kesehatan ibu hamil dan melahirkan juga sangat ditentukan oleh adanya paramedis dan keberadaan obat-obatan. Kematian ibu hamil dan mehirkan dapat dikurangi dengan setidaknya tiga hal yaitu adanya paramedis yang siap siaga, akses pada pelayanan kesehatan khususnya untuk permasalahan dalam kehamilan dan kelahiran dan akses cepat pelayanan kesehatan dalam keadaam darurat. Di Asia Timur dimana tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan sangat rendah, ditopang dengan adanya sistem yang menyediakan paramedis seperti dokter, suster dan bidan yang handal dan mampu memenuhi akses ibu hamil dan melahirkan. Di Asia Tenggara selama kurun waktu 1990 sampai 2004 terjadi peningkatan ketersediaan paramedis dari 51% menjadi 79%. Thailand, Singapura dan Malaysia adalah tiga negara dikawasan ini yang memiliki paramedis yang sangat memadai dalam meningkatkan jumlah kelahiran bayi selamat
Gambar 14
6. Melawan HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Lainnya
Negara-negara miskin biasanya memiliki permasalahan dengan permasalahan kesehatan dimana di negara-negara miskin penyebaran penyakit dapat menajdi sangat mematikan karena minimnya pengetahuan tentang penyakit, pencegahan, pola hidup dan penanganan penyakit. Tiga penyakit utama yang mematikan dan menjadi fokus MDGs adalah HIV/AIDS, Malaria dan TBC.
Penyakit HIV/AIDS mengalami peningkatan penyebaran di negara-negara dengan populasi besar seperti Cina, India dan Indonesia. Data yang ada seperti gunung es dimana data riil jauh lebih besar daripada data yang ada.
Gambar 15
Pada tahun 2005, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Asia Tenggara meningkat sebesar 0,5% dibandingkan dengan Asia Timur dengan peningkatan sebesar 0,1% dan Asia Selatan 0,7%. Jumlah penderita dewasa 19-49 tahun di Asia Tenggara banyak terdapat di Kamboja 1,6%, Thailand 1,4% dan Myanmar 1,3%. Sedangkan negara yang mengalami peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS adalah Vietnam yang mengalami peningkatan dari 0,3% menjadi 0,5% dalam kurun waktu 2001-2005.
Gambar 16
Sementara itu Malaria juga menjadi penyakir mematikan didunia. Sekitar 1 juta manusia meninggal pertahunnya akibat penyakir ini dan umumnya terjadi di negara-negara miskin seperti daerah sub sahara sekitar 90% dan umumnya menyerang anak-anak. Di Asia Tenggara kawasan yang harus mendapatkan perhatian adalah kawasan sungai Mekong dimana menyebabkan banyak kematian di Kamboja, Myanmar dan Laos. Namun secara umum pada tahun 2000, Indonesia menempati urutan pertama jumlah kasus malaria terbesar per 100000 populasi yaitu sebesar 920, disusul oleh Laos sebesar 759 dan Kamboja sebesar 476.
Sama halnya dengan Malaria, TBC juga termasuk penyakit mematikan dimana setiap tahunnya penyakit ini membunuh sekitar 1,7 juta manusia. Sebagian besar penderita TBC adalah penduduk di usia produktif antara 15-54 tahun. Oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu fokus perhatian di Asia Tenggara. Data antara 1990 sampai 2004 menunjukkan penurunan jumlah penderita per 100000 populasi yaitu dari 501 kasus menjadi 282 kasus. Meskipun begitu, kawasan ini masih menjadi kawasan dengan penderita TBC tertinggi. Kamboja merupakan negara dengan penderita terbesar yaitu sebesar 709 per 100000 populasi diikuti oleh Timor Leste sebesar 692 dan Filipina sebesar 463. di Filipina, TBC menempati urutan ke 6 dari 10 penyaki mematikan.
Gambar 17
7. Menjamin Lingkungan yang Berkelanjutan
Target ketujuh ini berkaitan dengan perhatian atas semakin menipisnya lapisan ozon, semakin berkurangnya hutan dan semakin hilangnya keanekaragaman hayati. Kebijakan ekonomi dan pertumbuhan yang bagus dapat mengurangi dampak pembangunan dengan upaya pelestarian lingkungan karena, dengan adanya lingkungan yang terjada dapat menghasilkan banyak resapan air sehingga mengurangi bahaya banjir, menjamin kesediaan air dimusim kemarau. Selain itu sanitasi dan pengairan yang baik dapat menurunkan tingkat kematian bayi dan penyakit malaria.
Target ketujuh ini memiliki tiga fokus utama yaitu mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan dan program negara untuk menyelamatkan sumber daya alam, mengurangi jumlah penduduk yang tidak dapat mengakser air bersih dan sanitasi dasar serta mengurangi penduduk yang hidup didaerah perkampungan kumuh.
Keberadaan hutan snagat penting bagi masyarakat. Sumber daya hutan memainkan peranan penting dalam menurunkan kemiskinan dan jaminan pangan. Hampir sepuluh juta orang tinggal dipedesaan dan menggantungkan hidupnya pada hasil hutan. Di Asia Tenggara telah terjadi pengurangan hutan yang cukup besar dari 56% menjadi 47% selama kurun waktu 1990 sampai 2004. Hampir semua negara dikawasan ini mengalami pengurangan areal hutan. Di Kamboja terjadi penurunan areal hutan dari 73,3% menjadi 59,2% dalam kurun waktu 1990 sampai 2004. Demikian juga di Indonesia terjadi penurunan dari 64,3% menjadi 48,8% dalam kurun waktu yang sama. Hal sebaliknya justru terjadi di Vietnam dimana terjadi peningkatan areal hutan dari 28,8% menjadi 39,7% pada tahun 2005.
Gambar 18
Kebutuhan manusia akan sumber air bersih mengalami peningkatan dari 77% pada tahun 1990 menjadi 83% pada tahun 2002. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya populasi dunia. Di Asia Tenggara sendiri juga terdapat peningkatan dari 76% pada tahun 1990 menjadi 82% pada tahun 2004 akan akses penduduk untuk mendapatkan air bersih. Namun di Filipian justru terdapat penurunan akses air bersih dari 95% menjadi 87% dalam kurun wakru 1990 sampai 2004. Negara yang memiliki perkembangan cukup bagus dalam program ini adalah Vietnam, Thailand dan Malaysia dimana di Vietnam misalnya terdapat peningkatan akses air bersih dari 59% pada tahun 1990 menajdi 84% pada tahun 2004 didaerah pedesaan sementara itu di perkotaan peningkatan dari 90% menjadi 99%.
Sedangkan berkaitan dengan permasalahan sanitasi, hanya Thailand dan Myanmar yang sukses menjalankan program ini baik didesa maupun pekotaan, dimana di Thailand terjadi peningkatan akses sanitasi dari 74% manjadi 99% pada kurun 1990-2004, sedangkan Myanmar peningkatan dari 95% menjadi 98%
Gambar 19
Pada tahun 2007, sebagian besar penduduk dunia tinggal di perkotaan dan Asia merupakan kawasan dimana terdapat pertumbuhan tinggi di perkotaan dan menciptakan kawasan kumuh yang besar karena tidak mampu menyediaan lingkungan yang baik bagi kaum miskin di perkotaan. Namun di Asia Tenggara terjadi penurunan penduduk yang tinggal di lingkungan kumuh perkotaan selama kurun 1990 sampai 2001 yaitu dari 41,1% menjadi 36,4%
Gambar 20
8. Kejasama Global
Target ke delapan ini merupakan target bersama dimana masing-masing negara didunia saling bekerjsama untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan ditengah pembangunan ekonomi. Target kedelapan ini memiliki beberapa fokus yaitu :
membangun perdagangan sistem finansial yang terbuka, memiliki aturan yang jelas dan tidak diskriminatif, termasuk juga komitmen pada good governance, pembangunan, pengurangan kemiskinan baik secara nasional maupun internasional. Negara-negara berkembang pada tahun 2004 merupakan pemain utama dalam perdangan dunia dimana menguasai setidaknya 79%pasar dari negara kurang berkembang. Kerjasama dunia dalam memberikan insentif produk dari negara kurang berkembang seperti pajak yang rendah merupakan upaya yang ingin dibangun termasuk melalui WTO. Tentu saja usaha ini akan sangat bergantung pada kemauan politik masing-masing negara.
Mencapai kebutuhan dasar pada negara kurang berkembang, negara terisolasi dan negara berkembang kepulauan. Negara-negara ini biasanya memiliki kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan luar negeri karena terbatasnya transportasi, dan teknologi informasi. Oleh karena itu program MDGs ini diharapkan dapat membuka akses terutama untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara tersebut. Salah satu upaya lain yang diharapkan adalah semakin meningkatnya negaar-negara maju yang bergabung dalam Offisial Development Aid (ODA). Sementara ini hanya lima negara donor yang tergabung dan menyerahkan 0,7% dari GDPnya untuk memberikan bantuan melalui PBB. Lima negara tersebut adalah Denmar, Luxemburg, Belanda, Swedia dan Norwegia. Target yang ingin dicapai adalah penghimpunan dana mencapai 100 milyar dolar AS sampai tahun 2015. Di Asia Tenggara, negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, Laos dan Timor Leste merupakan target dari ODA. Selain Mynamar yang terjadi penurunan bantuan ODA karena sanksi internasional, pada kurun 1990-2004 Kamboja mengalami peningkatan level ODA dari 53,64 juta dolar AS menjadi 483,19 juta dolar AS, Lao meningkat dari 189,6 juta dolar AS menjadi 271,53 juta dolar AS dan Timor Leste dari 0,14 juta dolar AS menjadi 153,27 juta dolar AS.
Penanganan permasalahan hutang negara berkembang terutama dalam mengupayakan pemberian hutang jangka panjang. Pembayaran hutang negara berkembang mengalami penurunan pada tahun 1998 terutama karena krisis ekonomi di negara berkembang. Pada tahun 205 pemimpin nengara-negara G8 membatakan pinjaman kepada negara-negara pengutang dengan beberapa kriteria termasuk kondisi markoekonominya.
Kerjasama antar negara berkembang untuk membangun strategi pembngembangan generasi muda. Semakin susahnga lapangan kerja membuatan generasi muda berumur 15-24 tahun menganggur dua hingga enam kali lebih besar dari generasi yanglebih tua. Di Asia Tengara tingkat pengangguran muda meningkat dalam kurun waktu 1995-2005 yaitu dari 9,7% menjadi 17%. Hal ini dialami oleh semua negara di Asia Tenggara, misalnya di Filipinia dalam kurun waktu 1990-2003 terjadi peningkatan pengangguran muda dari 15,4% menjadi 26,3% dan di Indonesia dari 8,7% menjadi 13,4% dalam kurun waktu 1992-1996.
Gambar 21
Kerjasama dengan perusahaan farmasi untuk menyediakan obat-obatan untuk negara berkembang. Penyebaran obat-obatan terutama untuk penyakit seperti HIV/AIDS telah meningkat lima kali lipat dan diikuti dengan penyebaran obat generik dengan harga murah dan kualitas yang terus diperbaiki.
Kerjasama dengan perusahaan swasta untuk memanfaatkan teknologi baru terutama teknologi informasi. Pada akhir tahun 2004 sebanyak 14% penduduk dunia telah menggunakan internet. Hal ini sangat kontras ketika dibandingkan dengan negara kurang berkembang dimana hanya 1% dari total populasi 50 negara kurang berkembang yang menggunakan internet. Di Asia Tenggara, Malaysia terdapat 38,62 pengguna internet dari 100 populasi disusul oleh Thailand dengan 11,25 pengguna, Vietnam sebanyak 7,12 dan Indonesia sebanyak 6,25 pada tahun 2004. Sementara itu negara yang tertinggal dalam penggunaan internet di kawasan ini adalah Kamboja 0,28, Laos 0,36 dan Myanmar 0,12.
Penutup
Dari perkembangan selama tujuh tahun berjalan, MDGs di Asia Tenggara berkembang cukup baik namun masing-masing negara masih memiliki kendala terkait dengan karakteristik dan permasalahan domestik masing-masing negara. Hanya Singapura yang berhasil mencapai negara maju, kemudian diikuti oleh Malaysia dan Thailand. Permasalahan lebih banyak ditemui di negara-negara Indochina seperti Kamboja dan Laos serta Timor Leste.
Beberapa permaslahan penting yang masih menjadi fokus utama MDGs di Asia Tenggara yaitu kemiskinan nasional, air bersih di pedesaan, kematian bayi, malnutrisi, kematian balita dan pendidikan dasar. Timor Leste adalah enagra di Asia Tenggara yang memiliki semua permasalahan diatas. Sementara dua negara lainnya yang masih dalam permasalahan adalah Kamboja dan Myanmar.
Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan oleh negara-negara dikawasan ini adalah dengan membangun promosi perdagangan, FDI, dan pembangunan, mendorong kerjasama moneter Asia, regulasi migrasi tenaga kerja, membangun sistem jaminan pengamanan Asia Pasifik, kerjasama penanggulangan pandemik HIV/AIDS, kebijakan berwawasan lingkungan, pemberantasan korupsi dan pembelajaran e-government dan penguatan kerjasama antar institusi di kawasan.